EKG 12 sadapan telah menjadi alat tradisional untuk mengidentifikasi hipertrofi atau pembesaran bilik jantung. Meskipun peran ini telah digantikan sebagian oleh modalitas pencitraan langsung seperti ekokardiografi, EKG tetap menjadi alat yang berharga untuk mengidentifikasi kelainan struktural jantung dan masih menyediakan alat skrining sederhana untuk informasi prognostik dan klinis yang penting.
Pembesaran Atrium
Depolarisasi atrium diwakili secara EKG oleh gelombang P. Karena atrium relatif kecil dan berdinding tipis, aktivitas listrik yang ditimbulkan oleh depolarisasi juga kecil, dan gelombang P biasanya hanya setinggi 1–2 mm (0,1–0,2 mV). SA node terletak di bagian superior dan lateral atrium kanan, sehingga bagian awal gelombang P biasanya mencerminkan aktivasi atrium kanan dan bagian terminal dari gelombang P disebabkan oleh aktivasi atrium kiri. Karena gelombang P sangat kecil, indikator ini tidak sensitif untuk kelainan atrium.
Gelombang P dengan puncak tinggi secara tradisional digunakan sebagai tanda pembesaran atrium kanan, dan jika terdapat penyakit paru yang signifikan, temuan ini sering disebut P pulmonale. Kriteria yang biasa digunakan untuk pembesaran atrium kanan adalah gelombang P > 2 mm pada sadapan V1 atau gelombang P > 2,5 mm pada sadapan II. Sayangnya, temuan gelombang P tinggi tidak spesifik dan dapat dilihat dengan ekokardiografi pada pasien dengan pembesaran atrium kiri atau tidak ada pembesaran atrium.
Karena atrium kiri diaktifkan di bagian terminal gelombang P, komponen terminal negatif yang menonjol (> 1 kotak kecil dalam durasi dan kedalaman) pada sadapan V1 telah digunakan sebagai indikator untuk kelainan atrium kiri. Ingatlah bahwa di dalam tubuh atrium kanan adalah struktur paling posterior (paling dekat dengan tulang belakang), sehingga depolarisasi yang terlambat di atrium kiri yang besar akan menghasilkan sinyal negatif pada sadapan V1 (terletak tepat di sebelah kanan sternum). Istilah kelainan atrium kiri lebih disukai daripada pembesaran atrium kiri karena temuan ini dapat diamati pada pasien dengan keterlambatan konduksi intraatrial akibat konduksi lambat antara atrium kanan dan atrium kiri. Temuan yang menunjukkan kelainan atrium kiri adalah gelombang P yang berdurasi lebih dari 0,12 detik (P mitral).
Pembesaran Ventrikel Kiri
Setiap kondisi yang menyebabkan beban abnormal pada ventrikel kiri dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Peningkatan tekanan intraventrikular seperti kasus hipertensi sistemik atau stenosis aorta dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri atau hipertrofi. Demikian pula, kondisi yang terkait dengan peningkatan beban volume pada jantung (regurgitasi mitral, regurgitasi aorta) juga dapat menyebabkan pembesaran ventrikel kiri.
Beberapa kriteria EKG telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya hipertrofi ventrikel kiri. Karena kompleks QRS menjadi lebih besar dan lebih menonjol saat ventrikel kiri menjadi lebih besar dan lebih tebal, sebagian besar kriteria hipertrofi ventrikel kiri menggunakan beberapa batasan untuk ukuran QRS (kriteria voltage). Selain itu, beberapa metode mengevaluasi apakah terdapat kondisi yang terkait dengan hipertrofi ventrikel kiri, seperti kelainan atrium kiri atau kelainan repolarisasi ventrikel kiri.
Hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan:
- Kompleks QRS yang lebih besar dan sedikit lebih lebar: lebih banyak jaringan ventrikel kiri yang mengalami depolarisasi
- Abnormalitas atrium kiri: diperlukan kontraksi atrium kiri yang lebih tebal dan kuat untuk mengisi ventrikel kiri yang lebih tebal dan kaku
- Segmen ST dan gelombang T berubah: ventrikel kiri tebal mengalami repolarisasi secara tidak normal
Kriteria Voltage
Meskipun ada korelasi yang longgar antara tegangan ventrikel (QRS) dan hipertrofi ventrikel, penting untuk diingat bahwa tegangan QRS normal akan bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin. Secara umum, tegangan ventrikel normal tertinggi pada masa remaja dan kemudian menurun seiring bertambahnya usia, mencapai puncak terakhir pada usia 50 tahun. Tegangan normal kira-kira 10% lebih rendah pada wanita di semua kelompok umur. Voltage normal bervariasi menurut etnis, dengan voltase tertinggi di Afrika dan voltase terendah yang dilaporkan di China. Terakhir, tegangan QRS normal juga berbanding terbalik dengan indeks massa tubuh.
Ada beberapa kriteria voltage untuk hipertrofi ventrikel kiri. Yang paling terkenal dikembangkan oleh Sokolow dan Lyon pada akhir 1940-an. Mereka menggunakan jumlah gelombang S di sadapan V1 dan gelombang R di V5 atau V6 untuk menentukan apakah ada hipertrofi ventrikel kiri, jika jumlah ini lebih besar dari 35 mm, maka ada hipertrofi ventrikel kiri. Gelombang R pada aVL juga dapat digunakan, karena hipertrofi ventrikel kiri berhubungan dengan pergeseran yang lebih ke kiri dari sumbu bidang frontal. Jika gelombang R di aVL> 11 mm, ada hipertrofi ventrikel kiri. Pada hipertrofi ventrikel kiri, sumbu frontal bergeser ke kiri; dan pada bidang prekordial, aktivasi diarahkan lebih ke posterior (karena ventrikel kiri terletak di belakang ventrikel kanan). Pergeseran arah sumbu depolarisasi inilah yang menyebabkan gelombang R yang menonjol di sadapan lateral (aVL, V5, dan V6) dan gelombang S di sadapan anterior kanan. Kriteria Sokolow memiliki spesifisitas yang rendah pada pasien yang lebih muda dan sensitivitas hanya 20-30%.
Kriteria tegangan lain yang umum digunakan untuk hipertrofi ventrikel kiri dikembangkan oleh sebuah kelompok di Cornell University: jumlah gelombang R pada aVL dan gelombang S pada V3> 28 mm pada pria dan >20 mm pada wanita. Ini adalah studi besar pertama yang mengidentifikasi kriteria spesifik untuk hipertrofi ventrikel kiri pada wanita.
Perubahan Repolarisasi
Pada akhir 1960-an, Romhilt dan Estes menyadari bahwa hipertrofi ventrikel kiri dikaitkan dengan segmen ST dan perubahan gelombang T. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, depolarisasi ventrikel biasanya terjadi dari endokardium ke epikardium, sedangkan arah repolarisasi dibalik, dari epikardium ke endokardium, karena durasi potensial aksi yang lebih pendek dari miosit epikardial. Namun, pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri, arah repolarisasi dapat dibalik, karena depolarisasi yang lebih lambat dan perubahan dalam urutan repolarisasi. Repolarisasi dari endokardium ke epikardium menyebabkan gelombang T terbalik, dan peningkatan heterogenitas dalam repolarisasi menyebabkan segmen ST yang miring ke bawah. Yang penting, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa adanya kelainan repolarisasi dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
Metode Romhilt-Estes menggunakan sistem poin untuk diagnosis hipertrofi ventrikel kiri. Jika EKG memenuhi 4 poin, diduga ada hipertrofi ventrikel kiri, dan hipertrofi ventrikel kiri muncul jika memenuhi ≥5 poin. Dalam praktik klinis sehari-hari, sulit untuk mengingat poin untuk setiap kriteria, tetapi secara klinis berguna untuk dicatat bahwa jika kelainan atrium kiri dan perubahan repolarisasi (total 6 poin) hadir, kriteria hipertrofi ventrikel kiri terpenuhi tanpa memperhatikan voltase.
Kriteria Romhilt Estes | Poin |
Setiap sadapan ekstremitas R atau S > 20 mm, atau gelombang S di V1 atau V2 lebih dalam dari 30 mm, atau gelombang R di V5 atau V6 yang lebih tinggi dari 30 mm | 3 |
ST –T tipikal LVH (tanpa obat digitalis) | 3 |
ST –T tipikal LVH (dengan obat digitalis) | 1 |
Keterlibatan atrium kiri (gelombang P terminal negatif pada sadapan V1 lebih lebar dari 0,04 detik dan lebih dalam dari 0,1 mV) | 3 |
Left axis deviation >30o | 2 |
Durasi QRS > 90 ms | 1 |
Defleksi intrinsikoid di V5 atau V6 ≥50 ms | 1 |
Kriteria tambahan/lainnya
Grup Cornell menambahkan kriteria tambahan, yaitu durasi QRS, untuk menghitung “Produk Cornell.” Hipertrofi ventrikel kiri dikaitkan dengan peningkatan waktu total depolarisasi sehingga produk Cornell dihitung dengan mengalikan tegangan Cornell (gelombang R dalam aVL + S V3) dan durasi QRS ( nilai>24,4 mm/s) telah digunakan sebagai nilai batas untuk hipertrofi ventrikel kiri. Mungkin produk Cornell berkorelasi dengan keparahan hipertrofi ventrikel kiri; nilai yang lebih besar dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kiri yang lebih parah.
Jadi, kriteria yang umum digunakan untuk menilai adanya hipertrofi ventrikel kiri adalah :
- Gelombang R pada aVL> 11 mm
- Gelombang S di gelombang V 1 + Gelombang R di V5 atau V6> 35 mm
- Gelombang R pada aVL + gelombang S pada V3 > 20 mm pada wanita dan >28 mm pada pria
- Sistem poin Romhilt-Estes: kelainan atrium kiri dan kelainan repolarisasi
Pembesaran Ventrikel Kanan
Beberapa kriteria telah dikembangkan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan. Karena secara anatomis ventrikel kanan terletak di bagian “depan” jantung, hipertrofi ventrikel kanan dapat dikaitkan dengan peningkatan gaya listrik relatif yang diarahkan ke anterior dan ke kanan. Hal ini menyebabkan gelombang R yang relatif besar di sadapan V1.
Ada beberapa kriteria voltage yang telah dikembangkan untuk diagnosis hipertrofi ventrikel kanan yang memanfaatkan perubahan arah depolarisasi ini. Pada bidang frontal, sumbu bergeser ke kanan dan pada sadapan prekordial, gelombang R di V1 > 7 mm atau gelombang R yang lebih besar dari dua kali kedalaman gelombang S di V1 telah digunakan sebagai kriteria untuk adanya hipertrofi ventrikel kanan. Demikian pula, gelombang S yang lebih besar dari gelombang R di V6 juga telah digunakan sebagai kriteria untuk hipertrofi ventrikel kanan. Sebagaimana hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaitkan dengan kelainan repolarisasi, hipertrofi ventrikel kanan dapat menyebabkan perubahan pada segmen ST dan gelombang T. Segmen ST yang miring ke bawah dan inversi gelombang T dapat diamati pada hipertrofi ventrikel kanan.
Sayangnya, kriteria EKG untuk hipertrofi ventrikel kanan relatif spesifik (sekitar 90%) tetapi sangat tidak sensitif (2-20%).
Jadi, kriteria yang umum digunakan untuk menilai adanya hipertrofi ventrikel kanan adalah :
- Deviasi sumbu kanan> 110 °
- Gelombang R di V 1> 7 mm
- Gelombang S dalam V5 atau V6 > 7 mm
- Gelombang R lebih dari dua kali gelombang S di V1
- Gelombang S lebih besar dari gelombang R di V6
LATIHAN SOAL
- Apakah abnormalitas ruang jantung pada EKG di bawah ini?
Jawaban : EKG menunjukkan gelombang R yang menonjol di V1 dan gelombang S yang dalam di V6. Deviasi aksis ke kanan muncul bersamaan dengan perubahan ST-T yang konsisten dengan hipertrofi ventrikel kanan (depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V1).
2. Apakah abnormalitas ruang jantung pada EKG di bawah ini?
Jawaban : Pasien memiliki kriteria tunggal (aVL> 11 mm) untuk hipertrofi ventrikel kiri. Tidak ada kriteria voltage lain untuk hipertrofi ventrikel kiri.
3. Apakah abnormalitas ruang jantung pada EKG dibawah ini?
Jawaban : Pada bidang frontal, karena gelombang R pada lead III lebih menonjol daripada gelombang R pada aVF, berarti pasien mengalami deviasi sumbu kanan ada (kira-kira 120°). Pada bidang prekordial, gelombang R yang menonjol di V1 dan gelombang S yang dalam di V6. EKG memenuhi kriteria untuk RVH (right ventricular hypertrophy/pembesaran jantung kanan) karena gelombang R di V1 lebih besar dari 7 mm. Pada V6, meskipun tegangan gelombang S tidak memenuhi kriteria RVH, morfologi (gelombang S lebih dalam dari tinggi gelombang R) merupakan karakteristik RVH. Gelombang R yang menonjol di V1 dikaitkan dengan depresi ST (kelainan repolarisasi).
4. Apakah abnormalitas ruang jantung pada EKG dibawah ini?
Jawaban : EKG menunjukkan kelainan atrium kiri. Perhatikan bahwa bagian terminal dari gelombang P terbalik di V1. Perhatikan besar tegangan pada sadapan V1 dan V5. Perhatikan perubahan segmen ST dan inversi gelombang T. Ini adalah hipertrofi ventrikel kiri. Adanya hipertrofi ventrikel kiri dan perubahan segmen ST terkait memiliki informasi prognostik penting dan dikaitkan dengan peningkatan 50% risiko infark miokard atau kematian akibat kardiovaskular.