Definisi Blighted Ovum

Keguguran menurut WHO dan CDC adalah kehilangan kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau pengeluaran embrio/janin yang beratnya 500 gram atau kurang. Definisi ini sering digunakan, namun sering berbeda antar negara. Keguguran juga secara klinis diklasifikasikan dalam early miscarriage (sebelum usia 12 minggu kehamilan) dan late miscarriage (12 โ€“ 20 minggu kehamilan). Blighted ovum atau kehamilan anembrionik dikarakteristikkan dengan terbentuknya gestational sac namun embrio gagal mengalami perkembangan. Sebagian besar pasien dengan keguguran dini (termasuk kehamilan anembrionik) tidak menyadari keguguran mereka, terutama ketika keguguran dini terjadi pada tahap awal kehamilan.

Jaringan trofoblas dapat terus berkembang walaupun pertumbuhan embrio gagal sehingga kantung kehamilan (gestational sac) akan terus tumbuh dan kadar hCG dapat terus meningkat. Gambaran sonografi khas kehamilan anembrionik adalah kantung kehamilan besar dan kosong yang tidak menunjukkan adanya yolk sac, amnion ataupun embrio. Ukuran diameter kantung gestasional meningkat 1,13 mm/hari pada kehamilan normal, namun pada kehamilan anembrionik biasanya hanya meningkat kurang dari 0,7 mm/hari.

Epidemiologi Blighted Ovum

Epidemiologi kehamilan anembrionik sulit ditentukan secara pasti, namun kehamilan anembrionik mungkin mewakiliki setengah dari seluruh keguguran pada trimester pertama kehamilan. Insiden keguguran dini (sebelum 12 minggu) diperkirakan sekitar 15% dari konsepsi yang terbukti secara klinis dengan variasi yang signifikan tergantung usia pasien. Insidensinya berkisar dari 10% pada wanita usia 20 โ€“ 24 tahun, hingga 51% pada wanita usia 40 โ€“ 44 tahun.

Etiopatogenesis Blighted Ovum

Etiologi pasti terjadinya kehamilan anembrionik tidak diketahui secara pasti. Etiologi yang dikemukakan sekarang ini adalah

  1. Abnormalitas morfologi embrio yang mencegah terjadinya implantasi, biasanya berkaitan dengan abnormalitas kromosom.
  2. Abnormalitas kromosom,, terutama trisomi autosomal dan poliploidi. Kelainan lainnya berupa adanya translokasi, inversi, dan mosaik plasenta.
  3. Tuberkulosis, yang menyebabkan komplikasi infeksi traktus genitalia sehingga terjadi adhesi intrauterin yang menganggu proses implantasi dan pertumbuhan embrio.
  4. Malformasi uterus seperti didelfik, bikornu, maupun septata yang mencegah implantasi embrio.
  5. Kelainan imunologis seperti difungsi sel natural killer, autoantibodi, trombofilia didapat menyebabkan penolakan imunologik maternal terhadap embrio yang berimplantasi.
  6. Faktor hormonal (seperti penurunan kadar progesteron) dan kelainan endokrin (autoimun tiroid, disfungsi tiroid) dan sindrom ovarium polikistik.
  7. Konsumsi alkohol meningkatkan risiko keguguran.

Mekanisme kejadian blighted ovum sama pada kehamilan normal, yaitu sel telur yang dibuahi sperma kemudian terjadi fertilisasi membentuk zigot. Hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang disebut blastokista. Blastokista terdiri dari trofoblas dibagian luar dan massa inner cell di bagian dalam. Massa inner cell akan berkembang menjadi janin dan mengalami disrupsi pada pasien dengan blighted ovum, sedangkan trofoblas akan tetap membentuk plasenta. Mekanisme disrupsi tergantung pada faktor risiko pasien. Kegagalan perkembangan janin ini biasanya terjadi 6 โ€“ 7 minggu pasca fertilisasi.

Langkah Diagnostik Blighted Ovum

Pada anamnesis harus diketahui usia gestasi dengan hari pertama haid terakhir, gejala โ€“ gejala kehamilan, ada tidaknya perdarahan, nyeri perut, demam ataupun riwayat keguguran.ย  Tanda dan gejala kehamilan anembrionik berpotensi serupa dengan kehamilan ektopik. Kehamilan anembrionik sering secara kebetulan ditemukan pada USG saat trimester pertama. Jika kehamilan anembrionik berkembang menjadi keguguran, pasien dapat mengalami keram perut dan perdarahan pervaginam.

Penilaian pasien yang mengalami perdarahan pervaginam trimester pertama mencakup pemeriksaan abdomen untuk mengevaluasi nyeri tekan atau iritasi peritoneum untuk kemungkinan kehamilan ektopik. Pemeriksaan panggul dilakukan untuk menentukan apakah serviks terbuka atau tertutup, mencari gumpalan atau hasil konsepsi, dan menentukan derajat perdarahan, ukuran serta nyeri tekan uterus.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah tes kehamilan dengan pemeriksaan hCG serum atau urin untuk memastikan pasien dalam kondisi hamil. Setelah itu dilanjutkan pemeriksaan USG (transabdominal ataupun transvaginal) dan biasanya diketahui adanya gestational sac tanpa embrio. Kehamilan anembrionik dapat didiagnosis dengan USG transvaginal jika didapatkan tidak adanya embrio disertai mean sac diameter โ‰ฅ 25 mm.

Ada beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan apakah suatu kehamilan berhasil atau tidak, yaitu

Temuan pada kegagalan kehamilanSuspek kegagalan kehamilan
CRL โ‰ฅ 7 mm dan tidak ada denyut jantungCRL < 7 mm dan tidak ada denyut jantung
MSD โ‰ฅ 25 mm dan tidak ada embrioMSD 16 โ€“ 24 mm dan tidak ada embrio
โ‰ฅ11 hari setelah pemeriksaan USG masih didapatkan adanya gestational sac dengan yolk sac tanpa adanya embrio.7 โ€“ 10 hari setelah pemeriksaan USG masih didapatkan adanya gestational sac dengan yolk sac tanpa adanya embrio.
โ‰ฅ2 minggu (14 hari) setelah pemeriksaan USG didapatkan gestational sac tanpa yolk sac maupun embrio.7 โ€“ 13 hari setelah pemeriksaan USG didapatkan gestational sac tanpa yolk sac maupun embrio.
 Tidak adanya embrio โ‰ฅ 6 minggu sejak hari pertama haid terakhir
 Amnion kosong
 Yolk sac membesar (>7 mm)
Parameter Keberhasilan Kehamilan

Diagnosis Banding Blighted Ovum

Diagnosis banding dari kehamilan anembrionik adalah abortus iminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, mola hidatidosa dan kehamilan ektopik.

Tatalaksana Blighted Ovum

Pada pasien yang terancam mengalami keguguran harus mendapatkan dukungan emosional dan harus diberi tahu bahwa keguguran spontan masih dapat terjadi. Pasien juga membutuhkan tindak lanjut pemeriksaan seperti perdarahan pervaginam yang berat, demam, pusing, sinkop ataupun nyeri. Pada penelitian tidak ada peran tirah baring pada pasien dengan ancaman keguguran. Secara tradisional, kuretase bedah rutin dilakukan untuk pasien yang keguguran. Namun saat ini manajemen konservatif, medis ataupun intervensi bedah dapat dilakukan dan didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antar tatalaksana tersebut.

Pada pasien yang menginginkan terapi konservatif ditemukan bahwa 75% hasil konsepsi keluar secara lengkap dalam 1 minggu. Beberapa wanita mungki memerlukan beberapa minggu untuk hal ini terjadi dan tidak ada batasan berapa lama yang aman untuk menunggu tanpa adanya perdarahan ataupun infeksi. Tatalaksana farmakologis dapat diberikan misoprostol yang merupakan analog prostaglandin. Misoprostol adalah stimulan uterus sehingga kontraksi dari uterus menyebabkan pengeluaran hasil konsepsi. Obat ini dapat diberikan per oral, sublingual, rektal, ataupun intravaginal. ACOG merekomendasikan dosis pertama 800 ยตg untuk diberikan secara intravaginal. Mifeprestone, yang merupakan antagonis progesteron, lebih umum digunakan untuk tatalaksana abortus pada trimester pertama, tetapi juga dapat digunakan bersama dengan misoprostol. Pemilihan tatalaksana bedah dapat dilakukan dengan aspirasi vakum atau dilatasi kuretase, terutama untuk pasien yang tidak stabil. Komplikasi bedah yang dapat terjadi adalah perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan pervaginam, dan adhesi intrauteri (sindrom Asherman) sebanyak 2 โ€“ 8%.

Dukungan emosional sangat penting bagi pasien dan pasangannya. Pasien dapat meraskaan emosi mulai dari penolakan, syok, marah, rasa menyalahkan, gangguan diri, penarikan diri dari pergaulan.ย  Penelitian menunjukkan bahwa 30 โ€“ 50% wanita menunjukkan gejala kecemasan dan 10 โ€“ 15% memiliki gejala depresi setelah keguguran. Pasien dan pasangan harus diberi tahu mengenai emosi yang mungkin akan terjadi, namun jika menjadi parah atau menganggu aktivitas sehari โ€“ hari, bantuan psikologis mungkin diperlukan. Beberapa peneliti juga menasihati bahwa hubungan seksual harus ditunda 1 โ€“ 2 minggu setelah abortus untuk membantu mencegah infeksi, namun tidak ada data yang mendukung rekomendasi ini. ACOG juga menuliskan bahwa studi observasi tidak menunjukkan manfaat penundaan konsepsi setelah keguguran dini.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *